Semarang, Idola 92.6 FM – Potongan masa hukuman yang secara satire sering disebut “discount” kembali dilakukan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kali ini, Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan permohonan banding pengusaha Djoko Tjandra terkait kasus suap pengecekan status red notice, penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO), dan pengurusan fatwa Mahkamah Agung. Hukuman Djoko Tjandra dipotong menjadi 3,5 tahun penjara dari semula 4,5 tahun penjara.
Sebelumnya, kita ketahui, Majelis banding Pengadilan Tinggi Jakarta memberikan discount masa hukuman kepada mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara dalam kasus penerimaan suap, pemufakatan jahat, dan pencucian uang.
Anehnya, setelah menelisik dua kasus ini, 4 hakim pemotong hukuman Djoko Tjandra dan Pinangki ternyata orang yang sama.
Maka, membaca tren pemberian “discount” yang dilakukan Pengadilan Tinggi Jakarta kepada terpidana koruptor, kita menduga-duga, apakah “discount” itu diberikan karena perbedaan sudut pandang (angle) dan konstruksi hukum dalam pengambilan putusan atau hanya karena “pesanan”?
Bagaimana pula cara memastikan, agar ke depan Pengadilan Tinggi Jakarta tidak menjadi “Toko Penyedia Potongan Harga Paling Tinggi” bagi para koruptor?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Agus Riewanto (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta); Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto/Tergabung juga dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi); dan Wawan Sujatmiko (Manager Departemen Penelitian Transparency International Indonesia (TII)). (her/ yes/ ao)
Dengarkan podcast diskusinya:
Membaca Tren Potongan Masa Hukuman Koruptor - Radio Idola Semarang
Read More
No comments:
Post a Comment