Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, Ray Suryawijaya, menegaskan bahwa PHRI di Bali menolak dengan tegas kenaikan tarif pajak hiburan sebesar 40-75 persen.
"Kami di seluruh usaha yang di Bali bersatu untuk menolak secara tegas kenaikan daripada pajak hiburan termasuk karaoke, diskotik dan mandi uap/spa," kata Ray saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024).
Penolakan tersebut dilatarbelakangi lantaran sektor hotel dan restoran, serta usaha hiburan lainnya di Bali masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi covid-19. Menurutnya, dengan pajak hiburan sebesar 15 persen sudah cukup tinggi.
"Karena baru aja kita mengalami masa recovery. Jadi, pajak 15 persen saya rasa more than enough sudah sangat tinggi sekali," ujarnya.
Lanjut Ray, jika tarif pajak hiburan terus dinaikkan, hal itu bisa mempengaruhi jumlah wisatawan ke Bali, sehingga perekonomian di Bali terganggu dan diprediksi bisa kembali kolaps seperti dulu saat covid.
"Kami hanya khawatir kalau wisatawannya kurang ke Bali, nanti tentu perekonomian Bali akan kolaps lagi seperti dulu, karena 60 persen Bali ini sangat tergantung daripada sektor pariwisata," ujarnya.
Mewakili PHRI di Bali, Ray meminta agar pajak hiburan tidak dinaikkan. Menurutnya, dengan tarif pajak 15 persen saja sudah cukup untuk menyetor penerimaan pajak ke kas daerah.
"Saya yakin juga pendapatan daerah khususnya dari pajak hiburan akan bertambah terus. Jangan mematikan usaha," pungkasnya.
Mau Dapat Potongan Tarif Pajak Hiburan? Ini Caranya - Liputan6.com
Read More
No comments:
Post a Comment