Rechercher dans ce blog

Tuesday, May 18, 2021

Potongan Informasi - Kompasiana.com - Kompasiana.com

Pada dasarnya, informasi yang belum utuh belum dapat dijadikan sebagai patokan kebenaran terhadap sesuatu. Potongan informasi itu masih bersifat samar-samar dan belum memiliki kejelasan yang pasti. Persoalannya adalah akibat yang timbul dari potongan informasi tersebut. Gara-gara potongan informasi tersebut, sesuatu yang mestinya salah bisa menjadi benar, begitu juga sebaliknya. Ini merupakan salah satu problem kita saat ini.

Menarik jika kita mengambil hikmah dari potongan kisah Ahmad berikut ini.

Suatu hari pada bulan Ramadan, selepas mengaji di masjid, Ahmad bergegas pulang ke rumah. Ketika itu, sudah hampir menjelang waktu berbuka puasa. Ketika sampai di rumah, Ahmad langsung menuju dapur untuk membuat teh manis untuk seluruh anggota keluarga. Ketika memasuki pintu dapur, Ibu Ahmad terlihat sedang mencicipi makanan yang dimasaknya. Terkejut, Ahmad langsung bertanya kepada Ibunya.

Ahmad: Ibu, tidak puasa hari ini?

Ibu: Ibu puasa kok!

Ahmad: Lalu kenapa Ibu makan, apakah puasa Ibu tidak batal?

Ibu: Bukan begitu Mad. Ibu tidak makan, tetapi cuma mencicipi makanan yang Ibu masak, apakah rasanya sudah pas atau belum? Mencicipi makanan itu tidak membatalkan puasa. Lagian kalau seandainya tidak dicicipi, bisa jadi makanan yang Ibu masak tidak enak. Ujung-ujungnya dibuang dan tidak termakan. Kan mubazir.

Ahmad: Oh begitu ya Bu.

Setelah selasai membuat teh manis, Ahmad menuju ruang makan. Ketika meletakkan teh manis buatannya di atas meja, Ahmad melihat telah terhidang sepiring bakwan di sebelah tempatnya meletakkan teh manis. Karena mendapat ilmu baru dari Ibunya bahwa mencicipi makanan itu tidak membatalkan puasa, Ahmad mencicipi sepotong bakwan dengan memakannya. Ketika sedang mencicipi bakwan, kebetulan Ayah Ahmad baru pulang dari tempat kerja dan melihat Ahmad memakan bakwan. Ayah pun bertanya kepada anaknya tersebut.

Ayah: Mad, kamu tidak puasa?

Ahmad: Puasa kok Yah.

Ayah: Puasa kok makan bakwan.

Ahmad: Ini bukan makan Yah, cuma mencicipi saja. Kata Ibu, mencicipi makanan tidak membatalkan puasa. Sebab, nanti kalau tidak enak jadi tidak dimakan dan terbuang sia-sia. Kan mubazir Yah, kata Ibu.

Ayah: ...?!

Ayah pun tertawa dan menjelaskan kepada Ahmad tentang kebenarannya, bahwa tidak semua yang namanya mencicipi makanan itu yang tidak membatalkan puasa. Ada cara yang tidak membatalkan puasa dan ada cara yang bisa membatalkan puasa. Cara yang dilakukan Ibu Ahmad benar dan tidak membatalkan puasa karena Ibu Ahmad mencicipi makanan dengan meletakkan sedikit kuah makanan di ujung jari dan meletakkannya di lidah, lalu meludahkannya kembali setelah merasakannya. Artinya Ibu Ahmad mencicipi makanan, namun apa yang dicicipinya tersebut tidak sampai ke lubang kerongkongan. Sementara cara yang dilakukan Ahmad tidak benar karena Ahmad mencicipi makanan dengan memakan sepotong bakwan dan pastinya apa yang dicicipinya tersebut masuk kedalam kerongkongan.

Ahmad menyesal karena tidak terlebih dahulu bertanya lebih jauh kepada Ibunya tentang bagaimana cara mencicipi makanan yang tidak membatalkan puasa.

Ahmad menyesal karena hanya tahu potongan informasi bahwa mencicipi makanan tidak membatalkan puasa tanpa mengetahui potongan informasi lainnya tentang bagaimana cara mencicipi makanan yang tidak membatalkan puasa, namun Ahmad langsung mencoba mencicipi makanan dengan memakannya.

Ini merupakan contoh bagaimana jika kita langsung bertindak hanya dengan berlatar belakang potongan informasi. Ahmad mendapatkan informasi dari Ibunya, namun informasi yang didapatnya belum sempurna. Ahmad hanya tahu bahwa mencicipi makanan tidak membatalkan puasa, tetapi Ahmad belum tahu bagaimana cara mencicipi yang tidak membatalkan puasa dan bagaimana cara mencicipi yang bisa membatalkan puasanya. Dengan hanya mengetahui potongan informasi tentang bolehnya mencicipi makanan itu, Ahmad pun membabi buta dalam mencicipi bakwan. Itu lah kenapa potongan informasi tidak bisa menjadi patokan kebenaran sesuatu.

Hal yang seperti ini berlaku pada berbagai hal, tidak hanya pada hukum Islam saja. Jika potongan informasi tersebut diamini, maka akan terjadi banyak penyimpangan. Orang yang tidak bersalah bisa dijerat hukum karena informasi yang didapat oleh penegak hukum itu tidak sempurna. Sebaliknya, orang yang bersalah justru dibebaskan dengan alasan yang serupa.

Lebih jauh lagi, potongan informasi bisa membuat seseorang menjadi manusia hina, padahal informasi tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenaranya. Potongan informasi yang belum lengkap tersebut bisa saja melontarkan tuduhan yang tidak beralasan kepada seseorang dan akhirnya orang yang tertuduh bisa dibenci banyak orang, padahal dia tidak patut untuk dibenci. Secara tidak langsung, orang tersebut akan menjadi hina hanya karena potongan informasi yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Di sini lah kita mesti waspada dan berhati-hati dalam menelan informasi yang kita dapat. Jangan sampai kita menelan informasi yang belum utuh dan tak bisa dipertanggungjawabkan! Apalagi jika kita berbuat macam-macam karena potongan informasi tersebut. Waspadalah! Waspadalah!

Semoga Allah selalu memberikan hidayah kepada kita semua dan menunjukkan kita jalan menuju kebenaran. Amin.

VIDEO PILIHAN

Adblock test (Why?)


Potongan Informasi - Kompasiana.com - Kompasiana.com
Read More

No comments:

Post a Comment

Mau Dapat Potongan Tarif Pajak Hiburan? Ini Caranya - Liputan6.com

Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, Ray Suryawijaya, menegaskan bahwa PHRI di Bali menolak dengan teg...